0877-6057-8845 s3biomedik@ui.ac.id

Oleh: Dr. Dian Pribadi Perkasa, S.Si., M.Biotech

Nanoteknologi merupakan teknologi baru di bidang biomedis yang berpotensi untuk penanganan penyakit radang khususnya pada saluran pencernaan. Nanomaterial merupakan material yang memiliki dimensi eksternal berukuran kurang dari 100 nm. Beberapa nanomaterial dilaporkan memiliki aktivitas antiradang, salah satunya nanopartikel perak/nanoperak. Aktivitas antiradang nanoperak dilaporkan terkait penghambatan produksi sitokin radang serta menginduksi perubahan sifat sel makrofag dari proradang menjadi antiradang.

Nanoperak untuk keperluan medis harus terjamin keamanannya. Sintesis nanoperak harus menggunakan bahan dan metode yang tepat agar tidak mengandung senyawa beracun. Juga, nanoperak dapat dirancang agar pemberian oral memberikan efek terapi secara lokal di saluran pencernaan. Hal ini untuk mendapatkan kadar obat yang tepat di lokasi target dan meminimalkan efek yang tidak diinginkan di area tubuh lainnya. Keamanan nanoperak tersebut harus dapat dibuktikan secara ilmiah dalam pengujian menggunakan hewan percobaan.

Pada penelitian ini, suspensi nanoperak disintesis dengan metode iradiasi sinar gamma dan menggunakan polimer alami alginate sebagai agen penstabil. Metode ini memiliki keunggulan untuk aplikasi biomedis karena tidak menggunakan senyawa kimia untuk mereduksi ion perak menjadi nanoperak. Juga, iradiasi sinar gamma memiliki daya tembus bahan yang tinggi sehingga memberikan reaksi sintesis yang homogen. Sementara, alginate dipilih sebagai agen penstabil karena polimer alam ini larut air dan terbukti aman untuk penggunaan oral.

Penelitian ini berhasil mensitesis nanoperak pada konsentrasi 0,48 mg/ml pada dosis radiasi 20 kGy. Nanoperak berbentuk membulat dengan ukuran sangat kecil (sekitar 10 nm). Setelah sintesis, suspensi nanoperak ini perlu disimpan selama 4 hari untuk meluruhkan seluruh sisa radikal. Kekhususan penelitian ini adalah sintesis iradiasi sinar gamma tidak menggunakan agen penangkap radikal hidroksil. Penelitian lain umumnya menggunakan isopropanol sebagai agen penangkap radikal hidroksi, sehingga terdapat residu kimia beracun bagi saraf pusat dan menghilangkan status halal sediaan tersebut. Riset ini memberikan hasil penting yaitu alginat berperan ganda sebagai agen penstabil sekaligus agen pereduksi selama sintesis iradiasi sinar gamma. Sebagai agen penstabil, alginat diketahui mampu mempertahankan kestabilan suspensi nanoperak hingga sekitar 67 hari.

Alginat juga dirancang sebagai bahan penghantaran nanoperak agar nanoperak hanya bekerja pada saluran pencernaan setelah pemberian oral. Hal penting yang harus diperhatikan adalah pelarutan nanoperak menjadi ion perak karena kondisi asam di lambung. Sementara, ion perak merupakan bentuk perak yang paling beracun dan mudah berpindah ke peredaran darah. Hasil menunjukkan bahwa strategi menggunakan alginate mampu mencegah pelarutan nanoperak dalam simulasi cairan lambung pH 1,2 hingga kurang dari 1,5 %. Hal ini karena alginat mengalami transisi fasa dari larut menjadi tak-larut sehingga mencegah kontak nanoperak dengan lingkungan asam.

Penelitian dilanjutkan dengan uji keamanan menggunakan hewan mencit ddY jantan secara oral dosis berulang selama 14 hari pada dosis bertingkat (2,5, 5,0, dan 10,0 mg/kg BB/hari). Keamanan nanoperak terstabilisasi alginat tersebut dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan ion perak (dosis 5,0 mg/kg BB/hari). Hasil menunjukkan bahwa perlakuan nanoperak pada semua variasi dosis tidak menyebabkan perubahan berat badan, indeks organ, parameter hematologi, maupun indikator fungsi hati, ginjal, dan kerusakan organ secara umum.

Biodistribusi perak dalam berbagai organ dalam (hati, ginjal, limpa, testis, paru, dan otak) diketahui dipengaruhi oleh dosis. Kadar perak tidak terdeteksi pada kelompok kontrol dan nanoperak dosis rendah dimana batas deteksi alat uji adalah 7,39 x 10-3 ppm. Namun, adanya gejala radang pada preparat jaringan hati dan usus besar menunjukkan bahwa perak masih masuk ke peredaran darah pada dosis rendah ini. Sementar, perak dapat ditemukan pada semua organ uji pada perlakuan nanoperak dosis yang lebih tinggi, namun kadarnya lebih rendah dari perlakuan ion perak. Hal ini membuktikan bahwa ion perak dapat masuk peredaran darah dengan lebih baik dibandingkan nanoperak. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kerusakan jaringan akibat perlakuan ion perak dan nanoperak dosis yang lebih tinggi tidak hanya menyebabkan gejala radang, namun juga menyebabkan perubahan pada struktur jaringan hati dan usus besar.

Hasil ini menunjukkan bahwa nanoperak terstabilisasi alginat dapat disintesis dengan metode iradiasi gamma tanpa memerlukan agen penangkap radikal hidroksil. Strategi menggunakan alginat mampu menghasilkan partikel perak berukuran sangat kecil dan stabil dalam waktu yang lama. Selain itu, alginat sebagai agen penghantaran di saluran pencernaan juga mampu mencegah pelarutan nanoperak pada suasana asam di lambung. Penelitian ini merekomendasikan penelitian lebih lanjut pada dosis lebih rendah dari 2,5 mg/kg BB untuk mengetahui menjamin keamanan dan bioaktivitas nanoperak terstabilisasi alginat sebagai agen radang yang bekerja secara local pada saluran pencernaan.

Oleh: Dr. Dian Pribadi Perkasa, S.Si., M.Biotech

Nanoteknologi merupakan teknologi baru di bidang biomedis yang berpotensi untuk penanganan penyakit radang khususnya pada saluran pencernaan. Nanomaterial merupakan material yang memiliki dimensi eksternal berukuran kurang dari 100 nm. Beberapa nanomaterial dilaporkan memiliki aktivitas antiradang, salah satunya nanopartikel perak/nanoperak. Aktivitas antiradang nanoperak dilaporkan terkait penghambatan produksi sitokin radang serta menginduksi perubahan sifat sel makrofag dari proradang menjadi antiradang.

Nanoperak untuk keperluan medis harus terjamin keamanannya. Sintesis nanoperak harus menggunakan bahan dan metode yang tepat agar tidak mengandung senyawa beracun. Juga, nanoperak dapat dirancang agar pemberian oral memberikan efek terapi secara lokal di saluran pencernaan. Hal ini untuk mendapatkan kadar obat yang tepat di lokasi target dan meminimalkan efek yang tidak diinginkan di area tubuh lainnya. Keamanan nanoperak tersebut harus dapat dibuktikan secara ilmiah dalam pengujian menggunakan hewan percobaan.

Pada penelitian ini, suspensi nanoperak disintesis dengan metode iradiasi sinar gamma dan menggunakan polimer alami alginate sebagai agen penstabil. Metode ini memiliki keunggulan untuk aplikasi biomedis karena tidak menggunakan senyawa kimia untuk mereduksi ion perak menjadi nanoperak. Juga, iradiasi sinar gamma memiliki daya tembus bahan yang tinggi sehingga memberikan reaksi sintesis yang homogen. Sementara, alginate dipilih sebagai agen penstabil karena polimer alam ini larut air dan terbukti aman untuk penggunaan oral.

Penelitian ini berhasil mensitesis nanoperak pada konsentrasi 0,48 mg/ml pada dosis radiasi 20 kGy. Nanoperak berbentuk membulat dengan ukuran sangat kecil (sekitar 10 nm). Setelah sintesis, suspensi nanoperak ini perlu disimpan selama 4 hari untuk meluruhkan seluruh sisa radikal. Kekhususan penelitian ini adalah sintesis iradiasi sinar gamma tidak menggunakan agen penangkap radikal hidroksil. Penelitian lain umumnya menggunakan isopropanol sebagai agen penangkap radikal hidroksi, sehingga terdapat residu kimia beracun bagi saraf pusat dan menghilangkan status halal sediaan tersebut. Riset ini memberikan hasil penting yaitu alginat berperan ganda sebagai agen penstabil sekaligus agen pereduksi selama sintesis iradiasi sinar gamma. Sebagai agen penstabil, alginat diketahui mampu mempertahankan kestabilan suspensi nanoperak hingga sekitar 67 hari.

Alginat juga dirancang sebagai bahan penghantaran nanoperak agar nanoperak hanya bekerja pada saluran pencernaan setelah pemberian oral. Hal penting yang harus diperhatikan adalah pelarutan nanoperak menjadi ion perak karena kondisi asam di lambung. Sementara, ion perak merupakan bentuk perak yang paling beracun dan mudah berpindah ke peredaran darah. Hasil menunjukkan bahwa strategi menggunakan alginate mampu mencegah pelarutan nanoperak dalam simulasi cairan lambung pH 1,2 hingga kurang dari 1,5 %. Hal ini karena alginat mengalami transisi fasa dari larut menjadi tak-larut sehingga mencegah kontak nanoperak dengan lingkungan asam.

Penelitian dilanjutkan dengan uji keamanan menggunakan hewan mencit ddY jantan secara oral dosis berulang selama 14 hari pada dosis bertingkat (2,5, 5,0, dan 10,0 mg/kg BB/hari). Keamanan nanoperak terstabilisasi alginat tersebut dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan ion perak (dosis 5,0 mg/kg BB/hari). Hasil menunjukkan bahwa perlakuan nanoperak pada semua variasi dosis tidak menyebabkan perubahan berat badan, indeks organ, parameter hematologi, maupun indikator fungsi hati, ginjal, dan kerusakan organ secara umum.

Biodistribusi perak dalam berbagai organ dalam (hati, ginjal, limpa, testis, paru, dan otak) diketahui dipengaruhi oleh dosis. Kadar perak tidak terdeteksi pada kelompok kontrol dan nanoperak dosis rendah dimana batas deteksi alat uji adalah 7,39 x 10-3 ppm. Namun, adanya gejala radang pada preparat jaringan hati dan usus besar menunjukkan bahwa perak masih masuk ke peredaran darah pada dosis rendah ini. Sementar, perak dapat ditemukan pada semua organ uji pada perlakuan nanoperak dosis yang lebih tinggi, namun kadarnya lebih rendah dari perlakuan ion perak. Hal ini membuktikan bahwa ion perak dapat masuk peredaran darah dengan lebih baik dibandingkan nanoperak. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kerusakan jaringan akibat perlakuan ion perak dan nanoperak dosis yang lebih tinggi tidak hanya menyebabkan gejala radang, namun juga menyebabkan perubahan pada struktur jaringan hati dan usus besar.

Hasil ini menunjukkan bahwa nanoperak terstabilisasi alginat dapat disintesis dengan metode iradiasi gamma tanpa memerlukan agen penangkap radikal hidroksil. Strategi menggunakan alginat mampu menghasilkan partikel perak berukuran sangat kecil dan stabil dalam waktu yang lama. Selain itu, alginat sebagai agen penghantaran di saluran pencernaan juga mampu mencegah pelarutan nanoperak pada suasana asam di lambung. Penelitian ini merekomendasikan penelitian lebih lanjut pada dosis lebih rendah dari 2,5 mg/kg BB untuk mengetahui menjamin keamanan dan bioaktivitas nanoperak terstabilisasi alginat sebagai agen radang yang bekerja secara local pada saluran pencernaan.

Butuh bantuan?