Sindrom Metabolik (MetS) ialah suatu kluster kelainan metabolik yang berhubungan erat dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerotik dan diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Kriteria MetS yang ditetapkan oleh American Heart Association/ National Heart, Lung, and Blood Institute (AHA/NHLBI), adalah lingkar pinggang ≥ 102 cm pada pria, ≥ 88 cm pada wanita, tekanan darah ≥ 130/ ≥ 85 mmHg atau sedang dalam pengobatan antihipertensi, kadar trigliserida plasma ≥ 150 mg/dL, kolesterol HDL < 40 mg/dL pada pria, < 50 mg/dL pada wanita, glukosa puasa ≥ 100 mg/dL atau memiliki riwayat diabetes atau mengonsumsi obat diabetes. Prevalensi MetS secara global semakin meningkat, termasuk di Indonesia sebesar 23%.

Salah satu jalur mekanisme penting yang berperan pada progresivitas MetS ialah endoplasmic reticulum stress (ER stress), suatu kondisi dimana terjadi akumulasi unfolded atau misfolded protein pada lumen retikulum endoplasma (RE). Kondisi ini akan mengaktivasi jalur sinyal Unfolded Protein Response (UPR) dengan target utama pada organ hati, jaringan adiposa, usus, dan otot skelet. Peran UPR adalah untuk meredakan stres, menjaga homeostasis RE, serta meningkatkan kemampuan adaptasi dan daya tahan sel. Jika sel mampu menghadapi ER stress yang dapat diatasi oleh UPR, maka sel akan tetap bertahan hidup. Sebaliknya jika sel tidak mampu mengatasi ER stress, maka akan terjadi disfungsi dan kematian sel, yang diduga berperan besar dalam patogenesis kelainan metabolik seperti DMT2, dislipidemia dan obesitas.

Hingga saat ini belum ada obat tunggal untuk mengatasi MetS. Farmakoterapi biasanya diberikan untuk jangka panjang dan bersifat multipel, terkait dengan faktor komorbid MetS, sehingga menimbulkan kemungkinan polifarmasi dan memengaruhi kepatuhan (compliance) pasien. Hal ini mendorong minat para peneliti mulai mencoba penggunaan bahan alam untuk meningkatkan outcome dan compliance dalam mengatasi MetS, salah satunya jahe, yang memiliki banyak aktivitas biologis, seperti aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, antiobesitas, antidiabetes, antimikroba, antikanker, neuroproteksi, proteksi kardiovaskuler, dan proteksi terhadap gangguan saluran nafas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efek modulasi salah satu senyawa aktif yang terkandung di dalam jahe (Zingiber officinale Roscoe), yaitu 6-gingerol terhadap MetS, melalui jalur ER stress.

Penelitian merupakan studi pra-klinis eksperimental laboratorium secara in vivo dengan menggunakan model hewan coba tikus jantan Sprague-Dawley. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri atas 5 ekor tikus tiap kelompok. Kelompok pertama yaitu tikus yang diberi diet standar, kelompok kedua adalah tikus yang diberi diet tinggi lemak tinggi fruktosa (high fat, high fructose, HFHF), kelompok ketiga, keempat, kelima ialah tikus yang diberikan diet HFHF ditambah 6-gingerol dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB. 6-gingerol diberikan selama 8 minggu.

Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa 6-gingerol dosis 100-200 mg/kgBB memiliki kemampuan memodulasi jalur ER stress pada model tikus sindrom metabolik (MetS). 6- gingerol berhasil mengurangi berat badan, menurunkan glukosa darah puasa dan memperbaiki resistensi insulin, menurunkan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida, menurunkan kadar AST, ALT dan ALP, meningkatkan rasio adiponectin/ leptin (rasio A/L), menurunkan IL-6 dan TNF-a, menurunkan kadar calprotectin feses, memperbaiki disbiosis dengan menurunkan rasio Firmicutes/ Bacteroidota dan meningkatkan bakteri penghasil butirat, mengurangi hipertrofi jaringan adiposa, serta mengurangi progresivitas inflamasi, akumulasi lipid dan apoptosis pada sel hati. Perbaikan terhadap kelainan metabolik tersebut membuktikan peran 6- gingerol pada jalur ER stress melalui downregulasi ekspresi protein GRP78, IRE1, TRAF2, dan JNK.

Ready to Help You