Oleh: Dr. dr. Sandy Vitria Kurniawan, M.Biomed

Fibrosis paru idiopatik (IPF) adalah penyakit sistem pernapasan yang bersifat kronis dan progresif, terbatas pada jaringan paru-paru, dan ditandai oleh fibrosis paru. Pasien IPF dapat mengalami peristiwa akut yang mengancam jiwa, dipicu oleh infeksi atau aspirasi, yang dikenal sebagai fibrosis paru idiopatik dengan eksaserbasi akut (Acute Exacerbation of Idiopathic Pulmonary Fibrosis / AE-IPF). Perjalanan IPF biasanya berlangsung lambat, tetapi dalam kasus AE-IPF, penyakitnya memburuk dengan cepat dan menyebabkan kematian. Insiden tahunan AE-IPF adalah 4-20% dengan tingkat kelangsungan hidup kurang dari 3 bulan. Tingkat kematian meningkat seiring penurunan parameter fungsi paru, menyebabkan sesak napas dan memburuknya fibrosis. Kualitas hidup pasien dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh memburuknya fibrosis dan penurunan fungsi paru yang disertai dengan kesulitan bernapas yang semakin meningkat.

Peran Angiotensin II dalam Progresi IPF

Berbagai penelitian telah mempelajari faktor-faktor yang mengatur terjadinya fibrosis paru, salah satunya adalah angiotensin II yang berikatan dengan reseptornya. Angiotensin II diubah oleh enzim angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) menjadi angiotensin 1-7 yang, ketika berikatan dengan reseptornya, bersifat antifibrotik. Ketika angiotensin II berikatan dengan reseptornya, ia mengaktifkan faktor pemicu IPF yang meningkatkan perubahan dalam komposisi sel di paru-paru, menyebabkan IPF. Pasien IPF dapat berkembang menjadi IPF akut. Infeksi atau aspirasi dapat mengaktifkan beberapa komponen yang menyebabkan peradangan yang berkelanjutan, menyebabkan perubahan bentuk sel paru-paru yang menyebabkan fibrosis parah.

Keterbatasan Terapi AE-IPF Saat Ini

Pendekatan terapeutik saat ini untuk AE-IPF terutama melibatkan terapi oksigen jangka panjang dan pemberian kortikosteroid atau obat antifibrosis. Namun, terapi-terapi ini hanya mengatasi gejala dan berpotensi menyebabkan efek samping. Studi telah menunjukkan bahwa obat-obatan antifibrosis dapat mengurangi angka kematian akibat IPF, tetapi tidak mengurangi kasus AE-IPF. Oleh karena itu, diperlukan kandidat obat baru yang dapat mengatasi masalah ini untuk meningkatkan kualitas hidup pasien AE-IPF. Curcumin adalah senyawa yang berasal dari umbi kunyit (Curcuma longa), yang memiliki berbagai efek seperti antiinflamasi dan antifibrosis. Namun, curcumin memiliki kelarutan air yang rendah, sehingga sulit untuk diadminisitrasi. Masalah ini dapat diatasi dengan membuat formulasi nanosuspensi curcumin. Paru-paru menjadi target terapeutik utama dalam AE-IPF, oleh karena itu penghirupan nanosuspensi curcumin adalah pilihan tepat dalam memberikan efek lokal yang spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan mekanisme dari penghirupan nanosuspensi curcumin yang dikombinasikan dengan kortikosteroid pada model tikus AE-IPF.

Terobosan Eksperimental: Nanosuspensi Curcumin yang Dihirup dan Kortikosteroid

Untuk mengeksplorasi potensi penghirupan nanosuspensi curcumin dalam pengobatan AE-IPF, sebuah penelitian eksperimental dilakukan pada model tikus. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi enam kelompok: tikus normal, tikus AE-IPF yang tidak diobati, tikus AE-IPF yang diberi terapi prednison tunggal, tikus AE-IPF yang diberi terapi prednison dan nanosuspensi curcumin yang dihirup sebanyak 1 mg/kg, tikus AE-IPF yang diberi terapi kombinasi prednison dan nanosuspensi curcumin yang dihirup sebanyak 10 mg/kg, dan tikus AE-IPF yang diberi terapi nanosuspensi curcumin yang dihirup sebanyak 10 mg/kg. Penghirupan nanosuspensi curcumin dilakukan melalui nebulisasi, dan terapi dilakukan mulai dari hari ke-8 hingga hari ke-14.

Hasil yang Menjanjikan: Penekanan AT1R dan Pengurangan Fibrosis

Hasil penelitian ini sangat menggembirakan. Terapi kombinasi prednison dan nanosuspensi curcumin yang dihirup sebanyak 10 mg/kg menunjukkan kemampuan untuk menekan AT1R (reseptor angiotensin II tipe 1). Hal ini menyebabkan peningkatan ikatan angiotensin II pada reseptor dengan sifat antifibrotik dan konversi angiotensin II menjadi angiotensin 1-7, yang juga memiliki efek antifibrotik. Akibatnya, parameter-parameter terkait fibrosis, termasuk skor fibrosis, kepadatan kolagen, area udara di paru-paru, dan saturasi oksigen, menunjukkan perbaikan yang signifikan.

Kesimpulan

Pengembangan terapi yang efektif untuk fibrosis paru idiopatik dengan eksaserbasi akut sangat penting, mengingat pilihan pengobatan terbatas dan tingkat kematian yang tinggi terkait kondisi ini. Penelitian eksperimental tentang nanosuspensi curcumin yang dihirup, dikombinasikan dengan kortikosteroid, telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada model tikus AE-IPF. Penemuan penelitian ini membuka peluang baru untuk penyelidikan lebih lanjut dan potensi aplikasi pada pasien manusia. Dengan memanfaatkan sifat antifibrotik curcumin, terapi ini menawarkan harapan untuk meningkatkan kualitas hidup dan prognosis pasien AE-IPF, mewakili langkah maju yang signifikan dalam perjuangan melawan penyakit paru-paru yang menghancurkan ini.

Ready to Help You