Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kembali menambah panjang daftar lulusan Doktornya. Kali ini adalah dr. Pitra Ariesta Shinta Dewi, SpM yang diangkat menjadi Doktor dalam Program Doktor Ilmu Biomedik di FKUI, setelah berhasil mempertahankan disertasinya pada Sidang Terbuka Promosi Doktor yang berlangsung secara virtual pada Jumat 15 Januari 2021 pukul 09.00 WIB.

Dokter Pitra menyusun disertasi berjudul “Pengaruh Pemberian Sel Punca Mesenkim dari Wharton Jelly atau Conditioned Media terhadap Regenerasi Saraf Kornea Tikus Model Keratopati Diabetik: Tinjauan Perubahan Klinis, Fungsi, Histologi, Ekspreasi GAP-43 dan TUBB3” dan dengan lugas menjawab pertanyaan-pertanyaan maupun sanggahan dari tim penguji yang diketuai oleh dr. Radiana Dhewayani Anatrianto, M.Biomed, PhD dengan anggota tim penguji dr. Nurjati Chairani Siregar, MS, PhD, SpPA(K); Dr. dr. Made Susiyanti, SpM(K); dan penguji tamu Dr. dr. Husnun Amalia, SpM(K) dari Universitas Trisakti.

Melalui disertasinya, Dr. dr. Pitra menjelaskan bahwa Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF), prevalensi global DM diperkirakan akan meningkat dari 371 juta jiwa pada tahun 2012 menjadi 552 juta jiwa pada tahun 2030. Pada tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penderita DM ketujuh tertinggi di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2030 akan terjadi peningkatan jumlah penyandang DM di Indonesia menjadi sekitar 21,3 juta dari 8,4 juta pada tahun 2019.

Gangguan DM dapat ditandai dengan adanya hiperglikemia, perubahan metabolisme lipid, karbohidrat dan protein serta peningkatan risiko komplikasi penyakit neurovaskular. Komplikasi pada mata akibat DM dapat berupa kelainan retina (retinopati diabetik), kelainan pada lensa (katarak diabetik), atau kelainan struktur kornea (keratopati diabetik). Berbagai penelitian melaporkan bahwa prevalensi komplikasi keratopati diabetik sebesar 47−70% kasus DM, sedangkan prevalensi komplikasi retinopati diabetik dilaporkan lebih rendah, yaitu sekitar 17,2−42,6%.

Keratopati diabetik ditandai adanya gangguan persarafan pada kornea mata, sehingga regenerasi kornea mata menjadi terganggu dan menyebabkan sensibilitas kornea mata menurun pada penyandang DM. Penurunan sensibilitas kornea mata secara progresif selanjutnya mengarah kepada diabetik neuropati, penurunan signifikan pada ketajaman penglihatan, bahkan kebutaan.

Organ mata memiliki sensori khusus yang relatif terpisah dari sirkulasi sistemik. Hal ini menyebabkan penyerapan dan distribusi obat ke bagian mata menjadi tantangan tersendiri. Salah satu strategi untuk menghadapi hal tersebut adalah melalui pemilihan regimen dan sistem penghantaran obat yang sesuai.

Berbagai penelitian melaporkan aplikasi sel punca mesenkim secara topikal dalam bentuk tetes mata menunjukkan perbaikan kelainan klinis dan dapat mengatasi sindrom mata kering. Pemberian tetes mata dari sel punca mesenkim yang berasal dari jaringan lemak merupakan metode terapi non-invasif bagi regenerasi jaringan kornea mata.

Sel punca mesenkim merupakan salah satu jenis sel punca yang dapat dipilih untuk terapi regeneratif karena mampu memperbarui diri dan berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel. Kelompok sel multipoten ini dapat diisolasi dari berbagai jaringan dewasa seperti sumsum tulang, jaringan lemak, serta tali pusat termasuk Wharton jelly. Sel punca mesenkim asal Wharton jelly memiliki kemampuan proliferasi dan memperbarui diri dengan sangat baik secara in vitro, memiliki imunogenitas rendah dan mempunyai potensi imunosupresi sehingga mencegah terjadinya reaksi penolakan pascatransplantasi.

Conditioned media (CM) adalah medium kultur sel punca yang sudah mengandung bioaktif hasil dari sekresi sel punca mesenkim yang dikultur seperti nerve growth factor (NGF), stem cell factor (SCF), hepatocyte growth factor (HGF) dan vascular endothelial factor (VEGF). Faktor pertumbuhan tersebut potensial untuk regenerasi saraf. Conditioned medium juga mengandung extracellular vesicles (EVs) yang di dalamnya terkandung berbagai protein, peptida, asam nukleat, seperti DNA dan miRNA, serta lipid. Extracelullar vesicles membantu menstabilkan berbagai partikel tersebut, memfasilitasi komunikasi antar selular dan memiliki fungsi untuk menstabilkan faktor pertumbuhan. Untuk membuktikan kemampuan regenerasi kornea mata menggunakan sel punca, maka pada penelitian ini dilakukan pengujian sel punca asal Wharton jelly dan CM-nya terhadap kornea tikus keratopati DM sebagai hewan model.

Tikus Sprague-Dawley jantan yang digunakan sebagai hewan model kemudian diinduksi menjadi DM dengan disuntikkan streptotozotocin (STZ) 50 mg/kgBB. Kadar gula darah dan berat badan tikus dievaluasi selama 12 minggu kemudian dilakukan pemberian topikal tetes mata sel punca mesenkim asal Wharton jelly dan CM-nya untuk memperbaiki berbagai kelainan pada kornea tikus keratopati DM. Pemberian secara topikal sel punca mesenkim dari Wharton jelly dilakukan sebanyak 8 kali, satu tetes setiap jam, hanya dalam waktu satu hari, sedangkan pemberian CM-nya dilakukan sebanyak 8 kali, satu tetes setiap jam, setiap hari hingga 14 hari. Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian pemeriksaan meliputi aspek klinis kornea, morfologi kornea dan penanda regenerasi saraf kornea pada tikus DM yang mengalami keratopati diabetik.

Aspek klinis kornea mata yang mengalami keratopati diabetik ditandai dengan kerusakan sel epitel kornea dan sensibilitas kornea yang rendah. Sensibilitas kornea pada keratopati diabetik diukur dengan menilai panjang filamen nilon (mm) yang digunakan sebagai rangsangan agar tikus berkedip. Semakin pendek filamen, maka semakin besar tekanan yang diperlukan yang menunjukkan penurunan sensibilitas kornea. Pemberian topikal tetes mata sel punca mesenkim dari Wharton jelly atau CM-nya pada tikus keratopati diabetik mampu memperbaiki kondisi klinis kornea yaitu meningkatkan sensibilitas kornea, memperbaiki kerusakan struktur dan morfologi kornea lapisan epitel keratopati diabetik dan efektif menginduksi regenerasi saraf kornea serta mampu mencegah perburukan kondisi klinis kornea tikus diabetik.

Aspek morfologi kornea diamati dengan mengukur ketebalan bagian-bagian dari kornea seperti tebal stroma, tebal epitel, jumlah lapisan epitel dan tebal kornea total. Masing-masing bagian tersebut diukur dan dihitung dari ujung atas hingga ujung bawah epitel pada bagian perifer kiri dan kanan dan sentral kornea dengan menggunaan aplikasi image J. Pada studi ini, pemberian topikal tetes mata sel punca mesenkim dari Wharton jelly atau CM-nya efektif memperbaiki lesi kornea dan meningkatkan ketebalan epitel sentral kornea. Selain itu, terdapat kolerasi positif antara perbaikan sensibilitas kornea dengan indikator regenerasi ujung saraf yaitu Growth-associated protein-43 (GAP-43), dalam peningkatan ekspresi GAP-43 pada tingkat mRNA dan terhadap kelimpahan ekspresi protein GAP-43 di kornea pada kelompok DM yang diberikan topikal tetes mata sel punca mesenkim dari Wharton Jelly atau CM-nya dibandingkan kelompok DM tanpa perlakuan.

Kolerasi positif juga ditemukan antara perbaikan sensibilitas kornea dengan indikator regenerasi serat saraf beta tubulin III (TUBB3), dalam peningkatan ekspresi TUBB3 pada tingkat mRNA kelompok DM yang diberikan perlakuan topikal tetes CM sel punca mesenkim dari Wharton Jelly dan terhadap kelimpahan ekspresi protein TUBB3 di kornea pada kelompok DM yang diberikan perlakuan topikal tetes mata sel punca mesenkim dari Wharton Jelly atau CM-nya.

Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa gangguan persarafan benar terjadi pada kornea keratopati diabetik yang diikuti oleh rusaknya integritas lapisan epitel kornea, yang merupakan ciri khas dari kornea keratopati diabetik. Penipisan lapisan epitel kornea yang bermakna dan penurunan yang tajam pada jumlah sel epitel kornea akibat meningkatnya apoptosis sel epitel juga merupakan ciri dari keratopati diabetik, namun demikian tidak ditemukan pada penelitian ini. Sebaliknya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada bagian kornea tertentu, yaitu bagian perifer, lapisan epitel kornea mengalami penebalan. Lapisan epitel perifer yang menebal berada dekat dengan limbus yang mengindikasikan bahwa sel punca atau progenitor sel epitel sedang melakukan aksi kompensasi terhadap proses apoptosis.

Penelitian ini juga berhasil membuktikan bahwa pemberian secara topikal sel punca mesenkim dari Wharton jelly dapat menghambat penurunan sensibilitas kornea dan menekan tingkat kerusakan pada integritas lapisan epitel kornea pada tikus model keratopati diabetik. Pemberian sel punca mesenkim atau CM-nya juga dapat meningkatkan ekspresi penanda regenerasi saraf GAP-43 dan TUBB3 jika dibandingkan dengan kontrol DM tanpa perlakuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sel punca dapat menghambat penurunan fungsi dan kerusakan pada integritas lapisan epitel kornea, serta mencegah sindroma mata kering pada kornea keratopati diabetik dengan cara memperbaiki atau meningkatkan kemampuan regenerasi serat saraf kornea. Namun demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian sel punca mesenkim dari Wharton jelly atau CM-nya dengan dosis, frekuensi pemberian, serta formulasi sederhana sediaan topikal yang digunakan pada penelitian ini belum dapat mengembalikan fungsi dan memperbaiki integritas epitel kornea seperti kornea normal.

Meskipun penelitian ini berhasil membuktikan bahwa sel punca mesenkim dari Wharton jelly atau CMnya dapat meningkatkan regenerasi saraf kornea sehingga dapat menghambat penurunan fungsi dan kerusakan integritas lapisan epitel kornea, namun belum diketahui pasti bagaimana mekanisme tersebut berlangsung. Penandaan/pelabelan sel punca (stem cell tracking) untuk mengetahui berapa banyak sel punca yang dapat menembus barrier epitel kornea tikus keratopati diabetik tidak dilakukan, sehingga lama kontak antara sel punca dengan lesi kornea juga tidak dapat diketahui. Pemeriksaan konsentrasi sitokin atau faktor trofik lokal yang berperan dalam proses regenerasi saraf atau sel kornea, seperti HGF, NGF, dan KGF juga tidak dilakukan, sehingga perlu diperiksa pada penelitian lanjutan agar dapat diperoleh efektivitas terapi sel punca atau CM-nya yang lebih optimal untuk kasus keratopati diabetik.

Promotor pada penelitian ini adalah Prof. Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) dengan ko-Promotor Prof. dr. Jeanne A. Pawitan, MS, PhD dan Aroem Naroeni, DEA, PhD.

Di akhir sidang, ketua sidang yang juga merupakan Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, mengatakan, “Selamat untuk Dr. dr. Pitra Ariesta Shinta Dewi, SpM, atas prestasinya. Yang menarik lagi bahwa risetnya ini adalah riset yang memang saat ini sedang in di seluruh dunia, yaitu riset tentang stem cell. Dan yang membuat kita senang adalah sebagai besar riset ini dikerjakan di IMERI FKUI. Mulai dari di Pusat Biomedik dan Teknologi Dasar Kesehatan, Laboratorium Hewan Coba FKUI, di Klaster Stem Cell dan Tissue Engineering, di Klaster Molecular Biology  and  Proteomic  Core Facilities, di Laboratorium Pusat  Riset  Berbasis  Layanan  Kesehatan dan Virologi (PRVKP) FKUI dan di Laboratorium Terpadu FKUI. Jadi saya rasa ini sesuai dengan tujuan awal dari pendirian IMERI FKUI, yaitu menghasilkan para peneliti dan produk-produk unggulannya yang tentu saja bermanfaat bagi masyarakat.”

Ready to Help You